Soal Pemberhentian Sementara Ahok, Prof Hibnu: Tunggu Tuntutan JPU
Ahok kembali aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah masa cuti kampanyenya habis. Terkait dengan status terdakwa Ahok yang disandang bersamaan dengan status gubernur, menurut ahli pidana Prof Hibnu Nugroho, status gubernur Ahok akan tergantung tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) nantinya.
Pengaktian kembali Ahok menjadi gubernur itu disoal terkait dengn tafsir Pasal 83 ayat 1 UU 23/2004 tentang Pemda, yang mengatur kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden karena salah satunya melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun. Di sisi lain, Ahok didakwa dengan dua pasal, yaitu Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
"Saya mencoba memahami pemikiran Kemendagri. Terhadap pemikiran tersebut lebih ditafsirkan tidak pada ancaman hukuman, tapi lebih mengarah pada tuntutan JPU. Saya pikir ini suatu perkembangan dinamika hukum di Indonesia," ujar Prof Hibnu saat berbincang , Senin (13/2/2017).
Pasal 83 ayat 1 UU Pemda membuka peluang tafsir kepada para ahli hukum dalam menerapkannya. Menurut Prof Hibnu, tafsir itu bisa ditafsirkan meluas atau menyempit, dan keduanya sah-sah saja.
"Dalam ilmu hukum dikenal banyak interpretasi. Ada interpretasi gramatikal, interpretasi restriktif, interpretasi restruktif yang membatasi atau mempersempit maksud suatu pasal. Dalam hal ini, Kemendagri memastikannya dengan tuntutan JPU," ujar guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
Prof Hibnu mengingatkan dakwaan yang dijerat kepada Ahok adalah dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 KUHP dan Pasal 156 a KUHP, bukan dakwaan tunggal. Di mana maksud Pasal 83 ayat 1 mengarah kepada dakwaan tunggal, atau dakwaan alternatif yang semua pasal yang dijeratkan kepada terdakwa di atas ancaman lima tahun penjara.
"Harus diingat, dakwaan terhadap Ahok adalah alternatif. Kecuali dakwaannya dakwaan tunggal, maka sudah dapat dipastikan," cetus Hibnu.
Menurut Prof Hibnu, pemberhentian kepala daerah bisa dipastikan dilakukan apabila sudah ditahan atau kena operasi tangkap tangan KPK.
"Yang saya tahu, seorang pejabat dihentikan karena OTT dan/atau pejabat yang ditahan, sedang Ahok tidak ditahan," ujar Hibnu.
Sebelumnya, Refly Harun menyatakan lebih tegas, yaitu tidak ada alasan untuk memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI. Sebab, Ahok didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara dan Pasal 156a, yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara.
"Berdasarkan '5 tahun' tersebut, lantas Ahok harus dinonaktifkan? Saya berbeda pendapat. Di dalam Pasal 83 (UU Pemda) itu, dikatakan paling singkat 5 tahun, sementara Ahok diancam paling lama 5 tahun. Jadi, menurut saya, tidak masuk. Karena kalau paling singkat 5 tahun, itu kategori kejahatan berat. Tapi, kalau paling lama 5 tahun, itu masuk kejahatan menengah atau ringan," jelasnya.
No comments:
Write komentar